Tuntutan Upah Naik 50% dan 6 Jam Kerja, Mungkinkah?
Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri mengubah keadaannya sendiri.
Tulisan berikut merupakan jawaban atas pertanyaan kawan-kawan di postingan Tiktok kami, via akun @official_spim_kpbi yang berjudul “10 Perlawanan Buruh PT. IMIP”.
Dalam postingan tersebut banyak sekali komentar yang mempertanyakan apakah tuntutan No. 01 dan 02 mungkin terealisasi atau tidak. Walaupun juga tak sedikit buruh yang senang dan setuju melihat kedua tuntutan tersebut jika berhasil.
Di tuntutan No. 2 Serikat Pekerja Industri Morowali (SPIM), kami menuntut turunkan jam kerja 6 jam/hari. Sedangkan tuntutan No. 01 kami meminta kenaikan upah 50%. Keduanya berhubungan satu sama lainnya.
Inilah jawaban kami.
Mengapa harus menuntut kenaikan upah 50%? Pertama, upah di kawasan PT. Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) sangat rendah. Setidaknya dalam 3 tahun terakhir, terhitung sejak tahun 2022 upah hanya naik Rp. 72.000. Di tahun 2023 upah hanya naik Rp. 75.000 dan tahun berikutnya dengan nominal yang sama dengan tahun 2023.
“Kenaikan” upah recehan di atas merupakan hasil dari konspirasi pemerintah dan pengusaha melalui sejumlah rangkaian kebijakan pengupahan hingga terbitnya UU Cipta Kerja itu. Semuanya untuk membuat kehidupan kaum buruh menjadi gelap.
Sejak tahun 2015, yakni saat penetapan Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) tak lagi menjadi dasar perhitungan upah kaum buruh. Perhitungan upah kita hanya berdasarkan angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan PP tersebut, KHL hanya ditinjau per 5 tahun.
Padahal KHL menjadi penting sekali bagi kaum buruh, karena itu menjadi dasar tuntutan mengajukan kenaikan upah. Misal di kawasan IMIP, kita bisa mengajukan berapa biaya beras dan lauk-pauk di pasar, biaya liburan sambil menikmati senja, biaya pulsa untuk video call bersama ayang saat LDR, biaya pakaian, kos, kebutuhan pendidikan dan kesehatan, dll., yang kesemuanya itu merupakan komponen KHL yang diajukan. Namun malang melintang, KHL sudah tak ada lagi. Maka tambah gelaplah hidup kaum buruh.
Habis gelap, terbitlah gelap gulita. Muncullah UU Cipta Kerja melalui PP 36 Tahun 2021 dan PP 51 Tahun 2023 yang telah menghapuskan Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK).
Dengan demikian UMSK yang telah diatur dalam UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 89 ayat (1b), tak bisa lagi menjadi salah satu harapan bagi kelas pekerja. Kategori upaha hanya melalui Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) dan Upah Minimum Provinsi (UMP).
Kalaupun penetapan upah sektoral seperti pertambangan di luar ketentuan UMK/UMP mesti melalui kesepakatan perundingan bipartit antara pengusaha dengan pekerja. Namun, berharap kenaikan upah melalui bipartit di kawasan IMIP layaknya menitipkan dendeng pada anjing. Sangat mustahil Yura..
Hasil dari hilangnya komponen KHL dan UMSK yakni, tidak adanya keseimbangan antara upah buruh (yang rendah) dengan harga kebutuhan pokok yang terus naik.
Belum lagi perhitungan upah kita di kawasan PT. IMIP belum dihitung berdasarkan Struktur Skala Upah. Silahkan baca disini penjelasannya (https://pekerjamorowali.medium.com/pernyataan-sikap-spim-saat-aksi-29-agustus-2024-ac65fdd14989).
Tidak jarang kawan-kawan buruh di kawasan yang terlilit hutang. Gaji yang diterimanya tak cukup untuk sebulan dipakai, karena harus menanggung biaya hidup dirinya dan keluarganya (jika sudah menikah). Alternatifnya harus berhutang di kios-kios atau pinjaman online. Fakta ini sudah menjadi rahasia umum di Bahodopi.
Sebagian kawan-kawan buruh beranggapan bahwa tuntutan 50% itu seolah “mustahil”. Bahkan ada yang mengatakan “sedangkan 20% saja susah apalagi 50%” dengan emot ketawa. Hehe. Menjadi barang lucu, walau sebenarnya tak lucu.
Pentingnya berjuang-berserikat
Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri mengubah keadaannya sendiri. Hal ini juga berlaku bagi kaum buruh di kawasan PT. IMIP. Disilah arti sebuah alat perjuangan, yakni serikat buruh seperti SPIM. Tak mungkin semua itu tercapai tanpa perjuangan kolektif kaum buruh.
Tunjangan Hari raya (THR) yang telah kita nikmati saat ini saja butuh perjuangan kaum buruh di masa lalu, yakni di tahun 1950-an. Saat itu serikat yang bernama Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) berjuang dan menuntut diadakannya THR. Akhirnya terealisasi.
Masalahnya, berapa banyak kawan-kawan kita yang mau berserikat dan berjuang memperbaiki kondisi-kondisi kerja kita? Tuntutan kenaikan upah 5% saja tak mungkin bisa terealisasi kalau sebagian besar kawan-kawan buruh di kawasan belum berserikat dan memperjuangkan nasibnya.
Janganlah kita bermimpi, tanpa perjuangan; kemerdekaan rakyat Indonesia diraih dengan perjuangan dan bukan berharap pada belas kasihan penjajah.
Kalau kita mengikuti logika komentar-komentar yang pesimis sekaligus sinis soal kenaikan upah 50% di Tiktok itu, ya, kita tidak akan kemana-mana. Pasrah dengan keadaan — TANPA BERUSAHA. Bayangkan jika logika tersebut dipakai oleh para pendiri bangsa kita, maka kemerdekaan Indonesia tak akan pernah tercapai dan hanya berharap pada belas kasihan penjajah.
Kawan-kawan buruh semua, upah 50% itu adalah MUNGKIN. Sangat mungkin, karena kitalah pencipta kekayaan pengusaha, kitalah yang bekerja. Tanpa adanya buruh, alat-alat produksi tidak bisa berjalan tanpa jiwa-raga kaum buruh. Kita tak mungkin berharap belas kasihan pengusaha untuk memberikan kenaikan upah secara cuma-cuma.
Sangat mungkin dong upah kita naik 50%, sebab PT. IMIP telah menghasilkan bertrilyun-trilyun keuntungan. Yang disetor ke negara saja mencapai angka di atas Rp. 15 trilyun.
Tuntutan kenaikan upah 50% memang terasa sulit, ditengah pemerintah dan pengusaha bersekongkol untuk menekan upah kita. Kami akui itu sebagai tantangan perjuangan saat ini.
Namun kami pun percaya bahwa semua itu bisa terealisasi bila kaum buruh mau berserikat, berjuang dengan serius, dan menegakkan persatuan di antara kaum buruh itu kokoh. Tanpa ketiga hal tersebut memang mustahil, karena sebagian kawan-kawan yang belum berserikat belum percaya pada keampuhan serikat pekerja ditengah banyaknya serikat pekerja yang tidak serius berjuang dan terindikasi main mata dengan pengusaha.
6 jam kerja demi keselamatan dan kesehatan kita
Sekarang soal pengurangan jam kerja 6 jam saja. Tahukah kita semua kalau penetapan 8 jam kerja hari ini merupakan hasil dari perjuangan kaum buruh masa lalu, yang menghasilkan may day, hari kaum buruh sedunia.
Ya, perjuangan 8 jam kerja itu sudah lama betul. Itu terjadi di abad 19. Masa abad 19 itu merupakan masa dimana kaum buruh ada yang bekerja hingga 16 jam. Namun, tak ada yang mustahil. Berkat perjuangan serikat-serikat pekerja di Amerika dan Eropa, perjuangan tersebut tidak hanya menurunkan jam kerja menjadi 8 jam kerja, tapi juga menghasilkan capaian-capaian sebagai berikut:
1. Upah yang lebih baik:
2. Jam kerja yang wajar;
3. Kondisi kerja yang lebih aman;
4. Menghentikan pekerja anak;
5. Memberikan tunjangan kesehatan;
6. Memberikan bantuan kepada pekerja yang terluka;
7. Jaminan pensiun.
Perjuangan menuntut 6 jam kerja saat ini juga sangat berkaitan dengan kerentanan kita dengan keselamatan dan kesehatan kerja. Tidak jarang kawan-kawan buruh mengalami sakit akibat panjangnya waktu kerja. Selain itu, kondisi jam kerja saat ini dengan model 3 shift 3 regu juga menghasilkan banyak kecelakaan kerja.
Di depan mata kita sendiri hampir setiap minggunya pasti ada-ada saja insiden kecelakaan kerja. Selain disebabkan oleh panjangnya jam kerja, juga karena kondisi tempat kerja kita sangat rentan. Terutama di wilayah kerja devisi furnace. Tidak jarang kawan-kawan kita di devisi tersebut menidap berbagai macam penyakit akibat kerja (PAK).
Sehingga, apa yang Serikat Pekerja Industri Morowali (SPIM) tuntut saat ini punya alasan kuat terkait kenaikan upah 50% dan penurunan jam kerja 6 jam itu. Fakta-fakta telah termuat di depan mata kita sendiri. Bukan melalui buku-buku, tapi atas pengalaman kerja kita sendiri, kaum buruh Morowali di kawasan PT. IMIP.
Tinggal kitanya mau berjuang atau tidak akan hal tersebut. Jika sodara-sodara semua belum yakin karena merasa sendiri berjuang atas kedua tuntutan di atas, silahkan datang ke sekretariat SPIM dan bergabung bersama kami.