SPL Dicabut Gara-gara SKS di PT. ITSS
Telah terjadi penghilangan lembur wajib melalui pencabutan Surat Perintah Lembur (SPL) pada kawan kami atas nama Anas Rusdi. Anas sendiri bekerja di PT. Indonesia Tsingshan Stainless Steel(PT. ITSS), Departemen Pusat Pelayanan Air (PPA)
Kejadian ini bisa diketahui setelah pesan via Whatsapp masuk kepada Anas pada hari Rabu 24 Juli 2024.
Sanksi penghilangan lembur di keluarkan melalui Devisi penyedia air atas nama MR. Wei (TKA) dan disampaikan kepada Anas rusdi Melalui Penanggung jawab (PJ).
Hal ini tentu menurut kami sangat rancu. Bagaimana bisa SKS dijadikan acuan untuk menghilangkan SPL, padahal buruh yang bersangkutan merasa dirinya masih sanggup bekerja.
Manajemen perlu memeriksa jenis sakit buruh terlebih dahulu, sebelum melakukan sanksi semena-mena. Ada yang masih mau bekerja dan ada yang memang sudah tidak bisa lagi bekerja.
Buruh mengejar SPL karena upah pokok di IMIP sangat rendah. Jadinya, buruh mau tak mau harus kejar lembur untuk cari “tambah-tambah” upah pokok, di tengah harga-harga kebutuhan pokok di kawasan sangat mahal.
Beginilah kondisi pada umumnya di PT. IMIP terkait kasus di atas.
Bila buruh dalam satu bulan berjalan mengalami sakit/izin dengan jumlah dua hari atau lebih, maka akan diberlakukan sanksi yang sifatnya ganda: pertama, dilarang ikut serta bekerja lembur; dan kedua, tidak diperbolehkan bekerja di hari Surat Perintah Lembur (SPL) pada bulan berikut selama satu Bulan dari jumlah sakit/SKS.
Pihak pengawas devisi beralasan agar buruh yang sakit kemudian bisa pulang cepat menjalani istirahat. Aturan ini disepakati sesama penanggungjawab atau pengawas tanpa melibatkan anggota buruh/serikat buruh dan pihak indisipliner, yaitu dengan membatasi jumlah sakit dua hari selama satu bulan kalender.
Tanpa melakukan identifikasi kategori sakit terlebih dahulu, anggota yang notabene jenis sakit biasa — dan bukan sakit berkepanjangan — seperti apa yang disarankan oleh dokter ahli.
Sampai sekarang sanksi tersebut masih diterapkan.
Inilah yang kemudian menjadi keresahan bagi sebagian besar buruh di kawasan PT. IMIP dan khususnya Di Departemen Pusat Pelayanan Air (PPA) dan berdampak pada tunjangan mereka yang sangat berpengaruh pada pendapatan setiap bulannya.
Peraturan dengan sistem sanksi diatas juga sudah diterapkan oleh beberapa departemen, bahkan perusahaan lain dalam kawasan IMIP. Hanya polanya yang sedikit berbeda, tapi poinnya tetap saja sama, yakni: DILARANG SAKIT. Jadinya buruh serba salah.
Serikat Pekerja Industri Morowali (SPIM) memandang bahwa hal ini merupakan hal yang sangat urjen untuk ditangani oleh pihak IMIP beserta perusahaan-perusahaan tenantnya. Sebab, jika tak ditangani segera, itu berarti pihak manajemen dalam kawasan hanya membiarkan aturan yang membuat buruh menderita sakit karena sakitnya dibatasi hanya boleh dua hari dalam sebulan.
Kami meminta agar pihak IMIP mencabut sanksi yang sewenang-wenang tersebut. secepatnya.