Sikap SPIM Atas Hari Perempuan 2025

--

Foto: Perempuan Pekerja SPIM

Woman worker unite! Perempuan kelas pekerja menuntut hukum ketenagakerjaan yang adil dan

berkelanjutan.

Hidup Perempuan yang berlawan.....

Hidup Buruh.....

Selamat Hari Perempuan Sedunia.

Setiap 8 Maret atau bertepatan pada hari ini, dunia memperingati Hari Perempuan Internasional

(International Women’s Day)—hari yang lahir dari perjuangan perempuan kelas pekerja melawan

eksploitasi dan penindasan.

Ini bukan sekadar perayaan, tetapi momentum untuk menegaskan bahwa kebebasan, kesetaraan, dan keadilan sosial hanya mungkin terwujud melalui perjuangan kolektif perempuan. Sebab hanya dengan menghancurkan sistem yang menindas, perempuan dapat

membebaskan dirinya, tempat kerja, dan lingkungannya dari jerat eksploitasi.

Namun, perempuan kelas pekerja di Indonesia masih berada dalam cengkeraman kapitalisme global,

krisis iklim, dan ketidakadilan struktural yang diamini oleh negara. baik di tempat kerja maupun dalam ruang domestik. Kapitalisme tidak hanya mengeksploitasi perempuan sebagai buruh upahan dan merusak alam demi akumulasi keuntungan, tetapi juga mengabaikan biaya reproduksi sosial yang

menopang ekonomi itu sendiri.

Tubuh perempuan diperas hingga sakit, sementara sumber daya alam

dijarah tanpa pertanggungjawaban. Racun dari perkebunan, pabrik, dan limbah industri mencemari tanah, air, dan udara, merusak ruang hidup sekaligus merampas masa depan anak-anak perempuan kelas pekerja.

Di tengah situasi itu, hukum ketenagakerjaan yang seharusnya menjadi alat perlindungan justru masih jauh dari kebutuhan perempuan kelas pekerja. Negara memberi karpet merah bagi industri ekstraktif yang menjarah alam, tetapi membiarkan buruh perempuan dibayar murah dalam hubungan kerja yang rentan atau dapat dibuang kapan saja.

Berbagai kebutuhan dasar buruh perempuan pun belum

sepenuhnya diakomodasi, seperti upah layak, jaminan sosial tanpa syarat, cuti haid, cuti melahirkan,

perlindungan dari pelecehan seksual, serta pengakuan dan dukungan fasilitasi atas kerja-kerja reproduktif.

Terlebih dalam rezim fleksibilitas kerja, buruh semakin rentan terkena pemutusan hubungan kerja maupun mutasi sepihak atas nama "efisiensi" seperti yang terjadi belakangan ini.

Puluhan ribu pekerja ter-PHK seperti yang terjadi di PT Sritex, PT Tunjungan Crystal, PT Bapintri, PT

Wahyu Pradana Bina Mulia, PT Gunbuster Nikel Indonesia dan mutasi-mutasi sepihak yang terjadi antar PT di kawasan IMIP, dimana sebagian bahkan mayoritas dari mereka adalah buruh perempuan pencari nafkah utama dalam keluarga.

Sementara dalam Prolegnas Prioritas 2025, ada rencana pembahasan hukum yang berkaitan dengan

Ketenagakerjaan diantaranya revisi Undang-Undang 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Revisi

Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Rencana Pembahasan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, yang mayoritas juga berkaitan dengan pekerja perempuan.

Dalam kondisi ini, muncul pertanyaan: Bagaimana perempuan pekerja membayangkan relasinya

dengan alam? Hukum ketenagakerjaan seperti apa yang dibutuhkan untuk memastikan keadilan bagi
perempuan dan lingkungan? Apakah regulasi yang ada sudah cukup melindungi, atau justru semakin melanggengkan eksploitasi? Bagaimana perempuan pekerja dapat terlibat dalam perumusan
kebijakan ketenagakerjaan yang berorientasi pada keberlanjutan dan keadilan?

Dikawasan IMIP pada hari ini juga tak luput dari masalah-masalah yang telah kami jabarkan di atas. Seperti belum terpenuhinya fasilitas-fasilitas guna menunjang kesehatan reproduksi perempuan dalam hal ini toilet yang jauh dari standar kata layak, akses menuju toilet yang sangat jauh dan fasilitas toilet belum memenuhi standarisasi jumlah toilet yang diharuskan di tiap pabrik.

Belum lagi masalah
air bersih yang digunakan di toilet sangat kotor, berbau dan terkadang berwarna kecoklatan bercampur
lumpur yang itu jelas akan mengganggu kesehatan reproduksi perempuan. Buruh perempuan paska melahirkan juga sangat membutuhkan fasilitas ruang menyusui atau memerah susu (laktasi) yang memiliki ruang penyimpanan ASI, Karena seorang bayi membutuhkan ASI ekslusif selama 2 tahun minimal 6 bulan hal itu dilakukan agar paraq buruh perempuan tersebut dapat bekerja dengan nyaman dan tanpa ada rasa risih serta sakit ketika bekerja.

Seorang buruh perempuan juga membutuhkan asupan gizi yang cukup ketika hamil, menyusui dan bekerja pada saat shift malam yang dalam penerapannya tidak di perhatikan di dalam IMIP saat ini. Disetiap departeman setidaknya selain kotak P3K juga menyimpan dan menyediakan obat-obatan khusus yang diperlukan oleh perempuan.

Kondisi di kawasan IMIP hari ini masih mempersulit pengurusan cuti melahirkan dan cuti haid, bahkan ada di beberapa perusahaan tenant seperti PT OSMI yang melarang buruh perempuan untuk mengambil cuti haid, sedangkat yang kita ketahui cuti melahirkan dan cuti haid telah di jamin dalam undang-undang dengan jumlah hari yang di berikan yaitu cuti haid 2 hari dan cuti hamil 1,5 bulan dan melahirkan 1,5 bulan.

Dalam beberapa kasus yang kami temukan masih banyak tindakan-tindakan intimidasi dan diskriminasi terhadap buruh perempuan dalam bekerja. Yang melihat pekerja perempuan hanyalah pelengkap dari kegiatan produksi, perempuan itu dianggap tidak punya kapasitas dalam mengerjakan sesuatu, malas, lelet, manja dan lain sebagainya.

Selain cuti melahirkan bagi perempuan, negara hari ini harusnya juga memberikan hak cuti kepada

suami yang akan mendampingi istrinya melahirkan dan melewati masa pemulihan paska melahirkan.

Saat ini yang diatur oleh undang-undang izin bagi seorang laki-laki yang istrinya akan melahirkan hanya diberikan waktu izin 2 hari untuk tidak masuk bekerja tanpa potongan upah. padahal waktu yang dibutuhkan suami untuk mendampingi dan membantu istrinya dalam pemulihan paska melahirkan yaitu minimal 1 bulan yang sebelumnya ketentuan itu sudah dimasukan dalam Rancangan Undang-Undang Ibu dan anak namun tidak ditetapkan oleh DPR dalam UU KIA.

Pada tanggal 2 maret 2025 terjadi aksi spontanitas yang dilakukan oleh buruh kontraktor di kawasan

IMIP yang berujung anarkis, setidaknya ada 3 mobil yang terbakar milik safety patroli departeman OHS, 2 bangunan pos security yang dirusak serta dibakar oleh massa.

Saat ini sudah ada 4 Orang yang
dijadikan saksi oleh pihak kepolisian untuk mengumpulkan bukti-bukti lebih lanjut sebelum menetapkan tersangka. Hal ini menurut kami merupakan upaya mengkriminalisasi para buruh kontraktor padahal sangat jelas ketidakjelasan pemberlakuan pemakaian Bus bagi kontraktor seakan
dibiarkan sehingga menjadi keresahan bagi para buruh yang sebelumnya amarah mereka sudah terkumpul akibat kondisi kerja maupun upah yg memprihatinkan.

Sehingga berdasarkan dari kondisi diatas kami dari Pekerja Perempuan yang tergabung dalam Serikat

Pekerja Industri Morowali – Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (SPIM-KPBI) menyerukan agar pekerja perempuan bersatu bergabung kedalam serikat-serikat pekerja guna menyuarakan hak

perempuan. Selain itu yang paling penting adalah keterlibatan baik itu laki-laki atau perempuan dalam

perumusan kebijakan ketenagakerjaan yang berorientasi pada keberlanjutan dan keadilan.

Kami juga
dari Serikat Pekerja Industri Morowali – Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (SPIM-KPBI) juga menuntut:

1. Penuhi hak kesehatan reproduksi bagi buruh perempuan (wc, transportasi, air bersih, ruang laktasi, gizi dan obat-obatemergency)

2. Berikan dan permudah kepengurusan cuti haid dan melahirkan

3. Stop segala bentuk intimidasi, diskriminasi, dominasi dan rasisme pada buruh perempuan

4. Berikan hak cuti bapak (dalam pendampingan istri melahirkan)

5. Buruh perempuan melawan badai PHK, menuntut kepastian keberlangsungan pekerja

6. Tindak tegas pelaku pelecehan dan kekerasan seksual

7. LPTKS, IMIP, serta TENANT bertanggung jawab atas pembiaran masalah sehingga berujung aksi

anarkis.

8. Hentikan segala upaya kriminalisasi terhadap Buruh Kontraktor.

Fatufia, 8 Maret 2025

Serikat Pekerja Industri Morowali-Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia

(SPIM-KPBI)

Firda

Koordinator Lapangan

--

--

Serikat Pekerja Industri Morowali
Serikat Pekerja Industri Morowali

Written by Serikat Pekerja Industri Morowali

Serikat Pekerja Industri Morowali merupakan serikat pekerja yang berada di kawasan IMIP untuk memperjuangkan upah layak, K3 yang layak, dan lain-lain.

No responses yet