Sejumlah Tuntutan Buruh Perempuan di PT. IMIP

--

Design: SPIM

Morowali — Puluhan buruh perempuan melakukan pertemuan membahas masalah buruh perempuan di kawasan PT. Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP). Pertemuan ini dilakukan pada hari Sabtu tanggal 3 Agustus 2024 lalu.

Para srikandi buruh ini merupakan perwakilan dari 3 serikat, yakni Serikat Pekerja Industri Morowali (SPIM), Serikat Pekerja Nasional, dan Federasi Pertambangan dan Energi (FPE). Kemunculan srikandi-srikandi serikat pekerja ini merupakan harapan baru bagi benih-benih perjuangan buruh perempuan di dalam kawasan, sebab ini merupakan kali pertama bagi mereka berjumpa sekaligus membicarakan masalahnya sendiri.

Adapun isu-isu perempuan yang terangkat dalam diskusi ini meliputi:

1. Buruh perempuan sebagian masih menghadapi pekerjaan berat, seperti memikul scaffolding dalam contoh kasus di PT. CTLI. Hal ini tentunya berbahaya bagi rahimnya.

2. Fasilitas seperti Water Closet (WC) masih minim di tempat kerja.

3. Buruh tidak boleh ambil SKS (Surat Keterangan Sakit) di luar klinik IMIP. Hal ini sangat memberatkan bagi perempuan, apalagi di malam hari harus pergi ke klinik dari tempat yang jauh. Hal ini berlaku dalam kasus di PT. GCDMR.

4. Belum adanya Izin Tanpa Dibayar (ITD) bagi ibu yang melahirkan. Sehingga perlu untuk pengadaan ITD ini. Peraturan mengenai ITD sendiri tidak ada disertakan departemen karena itu diberi dengan alasan istirahat paska melahirkan. Hal ini berlaku hampir di semua perusahaan dalam kawasan PT. IMIP khususnya kantin.

5. Mendorong penghilangan aturan cuti melahirkan yang hanya diberikan 1,5 bulan bagi ibu hamil sebelum melahirkan. Sedangkan pas melahirkan hanya diberikan 1,5 bulan saja. Jadi total cuti melahirkan ini hanya 3 bulan.

Biasanya bayi masih begitu rentan di usia 1.5 bulan dan mesti diberi susu formula saja, karena ibu yang bersangkutan harus kembali bekerja. Padahal pemberian ASI eksklusif pada bayi harusnya sampai 6 bulan, dan oleh karenanya cuti melahirkan harusnya sebanyak 6 bulan pula.

6. Hilangkan persyaratan SKS untuk perempuan yang sedang sakit, haid atau hamil — jangan diribetkan — please deh.

Mestinya cukup disampaikan saja ke admin tanpa harus bikin SKS dari klinik. Yang terjadi biasanya bukan diberikan izin, tapi malah di suruh bikin SKS dan secara otomatis itu memotong upah.

Hal ini merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang. Dalam Pasal 81 Ayat (1) UU No. 13 tahun 2003 jelas mengatakan izin haid saja harus tanpa potongan gaji. Apalagi hamil dan melahirkan.

7. Jika buruh mengalami sakit setengah jam atau 1 jam saja di tempat kerja, buruh bersangkutan diharuskan untuk dimintai SKS walaupun masih berada di tempat kerja. Bagaimana jika buruh yang haid? Perusahaan tetap saja minta SKS. Aduh, pusing pala beta.

8. Masih terdapat ibu hamil yang tetap saja dijadwalkan masuk bekerja pada malam hari, nanti memasuki waktu 5 bulan baru diregulerkan kerjanya. Sejak bulan pertama hamil hingga memasuki bulan kelima buruh hamil tersebut masih ikut shift-shiftan. Hal ini terjadi dalam kasus di PT. QFF.

9. Cuti tahunan hanya diberikan 4 hari saja oleh perusahaan. Sementara buruh tidak dibolehkan mengambil hak cuti tahunan 6 hari sekaligus. Hal ini terjadi dalam kasus di PT. QFF, departemen PPL.

10. Jika bagi ibu hamil dan buruh lainnya sakit melebihi 10 hari, malah diancam akan dipindahkan. Hal ini terjadi dalam kasus di PT. DSI.

11. Jika ada buruh yang off hanya diberikan 1 bulan 1 kali, dan tidak bisa pula waktunya ditukar. Hal ini terjadi dalam kasus di PT. DSI.

12. Biasanya Penanggung Jawab tidak mau melakukan acc tanda tangan SKS bagi buruh hanya karena sering sakit. Hal ini terjadi dalam kasus di PT. DSI.

13. Ditiadakannya pemberian masker di kantin-kantin. Hal ini berlaku hampir di seluruh perusahaan dalam kawasan.

14. Biasanya terjadi masalah finger/absensi, mirisnya atasan dan jubirnya sekaligus selalu saja ikut campur.

15. Tegaskan peraturan mengenai pelecehan seksual dalam bentuk verbal atau pun non verbal, baik langsung maupun tak langsung. Dalam PKB padahal termuat soal pelecehan seksual, tapi tak pernah ditindaklanjuti.

Padahal soal pelecehan seksual telah diatur dalam UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Tapi kenyataannya tidak pernah dibuat satuan tugas (satgas) yang mengawal hal ini di tempat kerja.

Oleh karena banyaknya masalah yang saling berkait-kelindan diatas, Yunita selaku srikandi dari Serikat Pekerja Industri Morowali Konfederasi Pergerakan Buruh Indonesia (SPIM-KPBI) dengan tegas mengatakan bahwa:

Para buruh perempuan yang ada di kawasan PT. IMIP harus berani bersuara dan berserikat, perbanyak basis perlawanan untuk menentang BUDAYA PATRIARKI yang tercermin ke dalam saturan-aturan perusahaan yang merugikan kaum buruh perempuan.

--

--

Serikat Pekerja Industri Morowali
Serikat Pekerja Industri Morowali

Written by Serikat Pekerja Industri Morowali

Serikat Pekerja Industri Morowali merupakan serikat pekerja yang berada di kawasan IMIP untuk memperjuangkan upah layak, K3 yang layak, dan lain-lain.

No responses yet