Pilkada Tidak Menyelesaikan Persoalan Pekerja IMIP
Pilgub dan pilbup bukan jawaban melaratnya kehidupan kelas buruh.
Tak ada yang bisa dibanggakan dalam kontestasi politik hari ini yang justru orientasinya hanya kepentingan elit saja. Mulai dari pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (telah terlaksana), Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, sampai pada Pemilihan Bupati Dan Wakil Bupati (sementara berjalan) Morowali ke depan.
Hari ini kita diperhadapkan dengan multi-persoalan dalam sektor perburuhan. Mulai dari upah yang rendah, kecelakaan kerja di mana-mana, penyakit akibat kerja terus meningkat, masalah PHK, klinik biaya kehidupan yang meningkat, dan lain-lain. Dari rangkaian persoalan yang ada, Serikat Pekerja Industri Morowali menyimpulkan bahwa kontestasi politik seperti Pilkada bukan solusi bagi kesejahteraan buruh.
Membaca situasi lokalitas yang ada di Kabupaten Morowali, saat ini berada fase pemilihan calon bupati dan wakil bupati yang di mana dalam kontestasi kali ini ada 4 figur calon yang akan bertarung merebut kursi empuk tersebut.
Ketua Harian SPIM-KPBI Komang Jordi Segara menilai, dari ke-4 calon tersebut memiliki latar belakang elit partai borjuis. Kepentingannya hanya menguntungkan elit-elit politik dan tentunya para pemilik modal.
“Saya melihat dalam program dari 4 calon tersebut tidak memiliki keberpihakan secara jelas kepada kelas buruh apalagi menyentuh akar persoalan yang ada. Kami dari SPIM-KPBI tidak menyatakan sikap politik atau memilih salah satu calon apalagi ikut serta dalam proses pemenangan. Kalau pun ada anggota yang memilih itu haknya sebagai individu.”
Idealnya, serikat pekerja harus berpihak kepada kelasnya yaitu buruh, bukan malah kepada calon pemimpin yang tak punya arah keberpihakan kepada buruh. Apalagi partai-partai yang eksis saat ini merupakan respresentasi dari partai yang disponsori oleh para pengusaha.
Yang kami sayangkan ada beberapa serikat buruh justru terlibat dalam pemenangan-pemenangan calon bupati. Seolah ada harapan pada para paslon yang ada.
Padahal dalam sejarahnya, apakah pernah ada elit yang berasal dari partai politik borjuis (penguasa) yang berpihak kepada buruh di Morowali? Tidak ada. Semuanya diam ketika upah di kawasan hanya naik Rp. 72.000 dan Rp. 75.000 tiga tahun belakangan ini. Atau sejak IMIP berdiri sejak tahun 2013 adakah elit yang berpihak pada buruh? TIDAK ADA.
Sewaktu mogok di tahun-tahun 2019 dan 2020 adakah elit yang berpihak dan memenangkan tuntutan kaum buruh IMIP? TIDAK ADA SAMA SEKALI.
Saat ini kaum buruh di kawasan IMIP sementara berjuang dalam memenangkan upah layak tahun 2025 agar naik 50% dan kami fokus dalam agenda tersebut. Ada Upah Minimum Sektoral Kabupaten (UMSK) yang lebih prioritas untuk diperjuangkan, dan fokus riset Komponen Hidup Layak (KHL) mengingat KHL diberlakukan kembali dalam rumusan penetapan upah setelah ada uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).
Pilgub dan pilbup bukan jawaban melaratnya kehidupan kelas buruh. Nasib kaum buruh ditentukan oleh perjuangannya melalui aksi-aksi massa dan mogok. Peluang untuk menang dalam meja-meja parlementer dan pemilu pada umumnya masih sangat jauh dari harapan, karena partisipasi rakyat masih dibatasi oleh UU Pemilu dan UU Partai Politik.