Pernyataan Sikap SPIM Saat Aksi 29 Agustus 2024

Serikat Pekerja Industri Morowali
9 min readAug 29, 2024

--

(Aksi SPIM depan kantor PT. IMIP)

Pernyataan sikap ini merupakan bacaan situasi sekaligus tuntutan kami atas masalah-masalah yang terjadi di kawasan IMIP. Masalah-masalah tersebut kami uraikan dalam beberapa item.

Mulai dari masalah upah, K3, union busting, sistem 3 shift 3 regu, diskriminasi antara pekerja (TKI dan TKA), serta rentannya pelecehan dan diskriminasi terhadap buruh perempuan.

Ayo bangkit dan lawan tirani penindas..

Selamat membaca!

Masalah upah

Upah di Kawasan IMIP dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir sangat jauh dari kata layak. Selama 3 tahun terakhir Upah dalam kawasan IMIP hanya mengalami kenaikan dengan nominal 75.000 yang merupakan implementasi dari turunan UU Cipta Kerja sehingga menghasilkan Upah Minimum sektoral Kabupaten (UMSK) dihapuskan. Sehingga berimbas pada penurunan nilai upah riil karena berbanding terbalik antara upah yang diterima dengan kenaikan kebutuhan barang pokok.

Dengan kata lain nilai uang yang hanya Rp100.000 ditahun 2021, 2022, 2023 semakin lama akan semakin sedikit gunanya untuk barang yang bisa dibeli. Ditengah situasi tersebut, masih ada masalah lain dalam persoalan Upah.

Dalam Permenaker Nomor 1 tahun 2017 Pasal 2 ayat (1) Struktur dan skala upah wajib disusun oleh Pengusaha dengan memperhatikan Golongan, Jabatan, Masa Kerja, Pendidikan dan Kompetensi. Pasal 3 ayat (1) Upah yang tercantum dalam struktur dan skala upah merupakan Upah pokok.

Apakah upah dalam kawasan sudah menghitung berdasarkan Struktur dan Skala Upah? Dalam penerapan dikawasan IMIP saat ini Upah Pokok Jabatan diatas status Crew hanya sebesar Rp3.182.000 (berdasarkan data pekerja yang bekerja sejak tahun 2020) dengan uraian besaran kenaikan Upah pertahunnya yaitu tahun 2020 Rp. 2.900.000 yang diambil berdasarkan UMSK pada tahun itu dan tambahan tunjangan jabatan Rp60.000 sehingga total Rp2.960.000; di tahun 2022 naik Rp72.000 menjadi 3.032.000, di tahun 2023 naik Rp75.000 menjadi Rp3.107.000, dan untuk tahun 2024 naik Rp75.000 menjadi Rp3.182.000 saja.

(Saat longmarch menuju titik aksi)

Berdasarkan uraian tersebut, hanya Jabatan dalam upah pokok yang dihitung berdasarkan Permenaker Nomor 01 tahun 2017. Pasal 3 ayat (2) dalam Peermenaker tersebut menjelaskan Upah Pokok sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah imbalan dasar yang dibayarkan kepada Pekerja/Buruh menurut tingkat atau jenis pekerjaan yang besarannya ditetapkan berdasarkan kesepakatan.

Itu artinya Gaji Pokok tidak memenuhi ketentuan pada Permenaker No 01 Tahun 2017. Slip Gaji karyawan juga tertera masa kerja dalam item Tunjangan tidak tetap sebesar Rp30.000 per tahun. Ayat (6) Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kemampuan kerja yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap kerja sesuai standar yang dipersyaratkan dalam suatu jabatan.

Apakah tunjangan Kinerja sudah merepresentasikan Kompetensi? Mungkin kita bisa tarik kesimpulan komponen upah itu sudah memperhatikan Jabatan, Masa Kerja dan Kompetensi tetapi lagi-lagi ketentuannya harus masuk dalam kategori upah pokok.

Golongan, Pendidikan, sama sekali tidak ada? Apakah dalam Upah Pokok sudah memperhatikan kedua item tersebut? Berdasarkan Pemenaker Nomor 01 tahun 2017 Ayat (2) Pasal 2 Golongan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan banyaknya golongan jabatan.

Dalam realitanya tidak ada upah pokok mempertimbangkan masalah golongan jabatan hanya dalam bentuk tunjangan kinerja yang diklasifikasikan dalam bentuk Level 1, 2, 3 dan 4. Upah Pokok tetap sama baik masuk dalam level berapa. Ini menjadi jalan juga bagi pengusaha untuk memangkas lagi upah lewat sistem pemotongan point.

Ayat (5) Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tingkat pengetahuan yang diperoleh dari jenjang pendidikan formal sesuai dengan sistem pendidikan nasional yang dipersyaratkan dalam suatu jabatan. Dalam realitas pendidikan tidak berpengaruh pada upah, padahal dalam proses rekrutmen standar pendidikan sudah ditetapkan. Begitupun dalam hal kenaikan jabatan.

Pada tanggal 27 Januari 2024 dan tanggal 1 Februari 2024 Aliansi Serikat Pekerja/Serikat Buruh Kab. Morowali (ASPIRASI) telah melakukan bipartit, untuk mempertanyakan masalah tersebut tetapi tidak membuahkan hasil yang maksimal karena menurut pihak pengusaha Struktur dan Skala Upah sudah diberlakukan dalam kawasan padahal nyatanya tidak ada. Konkritnya Upah Pokok tidak ada perbedaan yang signifikan, padahal itu bisa berpengaruh pada pendapatan lembur.

Masalah K3

Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam kawasan juga perlu perhatian khusus, saat ini setidaknya setiap hari pasti terjadi kecelakaan baik ringan maupun parah yang pastinya pekerjalah yang dirugikan. Dalam Laporan investigasinya pun tertera jelas masih tidak adanya prosedur standar pekerjaan maupun identifikasi Resiko didalam tempat kerja.

Ujjung-ujungnya pihak pekerja lagi yang disalahkan karena kelalaian pekerja yang akhirnya mendapatkan sanksi. Bahkan parahnya kekerja dibebankan sanksi ganti rugi.

Yang perlu digaris bawahi apakah Sistem Manajemen K3 (SMK3) sudah benar langkah dalam perumusannya. Misalnya salah satunya seperti Standar Operasional Prosedur (SOP) kerja, dalam kawasan yang saat ini hanya diatur dalam sistem manajemen.

Kami menilai sistem Manajemen tersebut jauh dari harapan para pekerja untuk mengatur pelaksanaan pencegahan kecelakaan dalam kawasan. Ketentuan dalam sistem manajemen tersebut tidak memperhatikan beberapa regulasi UU maupun Peraturan Pemerintah atau Peraturan Menteri. Sehingga menurut kami cacat secara hukum apalagi dalam penyusunannya tidak melibatkan pekerja.

Kami juga menduga sistem tersebut merupakan peraturan di perusahaan Tiongkok yang langsung diimplementasikan di Indonesia, tanpa mempertimbangkan kondisi di Indonesia. Dalam Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 ayat (2) Menyusun Kebijakan K3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha paling sedikit harus: point c. Memperhatikan masukan dari pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh.

Saat ini pun, ada beberapa departemen dalam kawasan yang masih mempraktekkan kebijakan yang dikeluarkan tanpa bentuk tertulis. Hanya dalam bentuk edaran lewat Whatsapp, WeChat, maupun lisan. Menurut manajemen hal itu sudah berdasar pada PKB maupun PP, padahal itu sangat menyalahi prosedur. Harusnya setiap kebijakan atau aturan dasarnya selain merujuk pada PP/PKB, juga harus dalam bentuk tertulis agar bisa jelas dalam penerapannya.

Fasilitas kesehatan pun tak luput dari permasalahan kawasan saat ini. Kuota nomor antrian yang ditetapkan oleh pihak klinik membatasi para pekerja untuk mendapatkan pelayanan kesehatan secara gratis. Kuota hanya diberikan kurang lebih 500 orang perhari yang terbagi dalam pelayanan pagi, siang dan malam. Kuota itu sangat jauh dari jumlah pekerja kawasan yang berjumlah sekitar kurang lebih 86.000-an orang.

Akhirnya para pekerja harus mengeluarkan lagi dana pribadi untuk memeriksakan kesehatannya melalui apotik-apotik terdekat. Selain itu, Medical Check Up (MCU) dalam kawasan tidak memberikan penjelasan detail mengenai hasilnya kepada para pekerja — apakah selama pekerja bekerja — mendapat Penyakit Akibat kerja (PAK) atau tidak. Hasilnya hanya dalam bentuk selembar kertas yang isinya semua semua normal. Adapun penyakit bukan penyakit yang merupakan penyakit yang ditimbukan akibat kerja.

Padahal hak semua orang untuk mengetahui kondisi tubuhnya secara detail seperti apa. Bukan dalam maksud meragukan pemeriksaan pihak dokter klinik. Tetapi pihak rumah sakit saja walaupun kita tidak paham membaca hasil rontsen, mereka tetap saja memberikan salinannya.

Upaya menghalangi kegiatan berserikat

Prosedur izin dispensasi serikat yang terkesan semakin ketat diberikan kepada pekerja, padahal hal itu sudah dijamin dalam UU Nomor 21 tahun 2000. Sekali lagi kami sudah mempersoalkan hal itu bersama dengan kawan-kawan Aliansi Serikat Pekerja/Serikat Buruh Kabupaten Merowali (ASPIRASI) di perusahaan tenant masing-masing kawasan IMIP. Dan lagi-lagi tidak ada hasil yang memuaskan.

Semakin lama ada indikasi perlakuan pihak pengusaha yang mengarah pada bentuk menghalang-halangi upaya Serikat Pekerja dalam melaksanakan kegiatannya. Atau yang biasa disebut sebagai Union Busting.

Diskriminasi diantara pekerja

Diskriminasi antara pekerja TKA dan TKI juga masih sering ditemukan. Terkadang status Pekerja Helm kuning (Crew atau Jabatan Setingkat diatas Crew) Tiongkok memerintah helm biru (Formen atau wakil Foremen), bahkan helm merah (Supervisor atau Wakil Supervisor) Indonesia. Jelas perlakukan ini sangat tidak etis atau menurut kami tidak menunjukkan sikap profesionalitas pekerja dalam kawasan.

Apakah Helm Biru (Wakil Formen), Helm merah (Wakil Supervisor) atau Helm Putih (Wakil Manager) hanya formalitas saja buat Pekerja Indonesia? Bahwa Pekerja Indonesia juga diberikan Jabatan setara dengan TKA, tetapi nyatanya tetap saja pekerja Indonesia dianggap sebagai Pekerja yang Tidak terdidik, tidak mengetahui teknologi yang mereka bawa (dari Tiongkok). Padahal nyatanya tidak sedikit Pekerja Indonesia sudah paham dan berpengalaman bertahun-tahun dalam pekerjaannya, hanya saja tidak diberikan kewenangan.

Sistem 3 shift 3 regu yang tidak sehat

Kami juga menilai sistem kerja 3 shift 3 regu sangat jauh dari kata sehat dan layak. Dari awal pemberlakuannya tahun 2020 saja kami sudah menolak hal ini karena akan menimbulkan masalah kelelahan bagi para pekerja.

Pada saat itu alasannya cukup jelas untuk memutasi 1 grup bekerja di perusahaan atau pabrik-pabrik baru terbangun, ditengah pada saat itu belum dibukanya proses rekrutmen karena masih dalam masa pandemi.

Tetapi anehnya sistem 3 shift 3 regu sampai saat ini masih diberlakukan. Kalau saja pihak klinik IMIP atau perusahaan berani buka data soal jumlah pekerja yang berobat diperusahaan yang sama dari tahun 2020 sampai sekarang, sudah bisa dipastikan ada peningkatan jumlah pekerja yang berobat, sekalipun jumlah pekerja berkurang 1 grup dari perusahaan itu.

Pihak pengusaha seharusnya mengevaluasi hal itu apakah sistem kerja seperti ini efektif atau tidak. Jangan menganggap bahwa orang berobat diklinik hanya dalam kategori sakit dari banyak faktor. Banyak juga yang merupakan efek dari tekanan pekerjaan yang begitu berat sehingga tubuh sudah tidak mampu bekerja diluar batas kemampuannya.

Belum lagi jam kerja wajib yang dibedakan dalam kawasan. Dalam Sistem 2S3R sudah menerapkan 8 jam kerja wajib. Sedangkan regular maupun 3S3R masih menerapkan 7 jam kerja wajib dan 1 jam lembur wajib padahal dalam UU tidak ada kata lembur wajib.

Menurut kami dalam pemberlakuan sistem kerja 7 jam wajib merupakan langkah memanipulasi pekerja untuk mengurangi nilai upahnya. Silahkan dihitung berapa selisih antara lembur setiap hari 1 dan dan dihari jumat 3 akan memperoleh selisih sekitar Rp50.000- 100.000 dengan ketika jam kerja 8 jam setiap hari selama 5 hari dan 1 hari lembur full.

Perempuan rentan dilecehkan dan didiskriminasi

Masalah perempuan pun tidak kalah penting untuk disikapi didalam kawasan. Perempuan yang dilemahkan soal pekerjaan juga dilemahkan lagi deskriminasi dalam budaya patriarki.

Yang menjadi point saat ini adalah ketika seorang pekerja perempuan harus mengurus surat keterangan dokter (SKS) ketika ingin mengajukan Cuti haid, Cuti Hamil dan melahirkan. Padahal sudah menjadi kodrat alami bagi pekerja perempuan mendapatkan haid setiap bulan dan hamil selama 9 Bulan.

Setiap ibu hamil pun sudah diberikan buku pink yang merupakan tanda bahwa dia sedang hamil dan itu diberikan oleh bidan desa atau kelurahan. Itu sudah menjadi bukti bahwa dia memang sedang hamil kenapa lagi mesti harus mengurus SKS untuk mendapatkan cuti hamil dan melahirkan.

Setelah melahirkan hak menyusui bayinya pun tidak diberikan oleh perusahaan seperti Ruang Laktasi. Apakah digunakan untuk menyusui bayi atau menyimpan asinya untuk dibawa pulang guna sang bayi tetap mendapatkan ASI Ekslusif selama 6 Bulan.

Pelecehan Seksual pun masih marak terjadi dikawasan. Misalnya, walaupun dalam angkutan karyawan sudah dipisahkan antara laki-laki dan perempuan tetapi masih saja terjadi diluar angkutan umum itu.

Dalam satu kasus yang kami temui, pihak pengusaha melakukan intimidasi terhadap korban yang sudah melaporkan kasus pelecehan yang dia terima bahkan sampai berujung pada PHK yang dia alami. Itu merupakan bukti bahwa perusahaan belum sepenuhnya ingin hal itu bisa ditindak tegas, dan malah dibiarkan. Di satu sisi langkah edukasi tentang hal itu juga masih minim, yang mungkin lebih ditingkatkan lagi lewat mading atau Induksi Karyawan.

(Sesudah melakukan aksi massa depan kantor PT. IMIP)

Melihat dari kondisi diatas yang sampai saat ini masih dirasakan pekerja dikawasan IMIP, maka kami dari Serikat Pekerja Industri Morowali-Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia SPIM-KPBI) menyerukan kepada seluruh pekerja dikawasan IMIP untuk menyatukan kekuatan, mengorganisir diri dalam wadah Serikat pekerja dan menuntut:

1. Pihak Perusahaan dikawasan IMIP harus memberikan hak normatif Para pekerja Berdasarkan aturan perundangan-undangan yaitu:

a. Naikkan Upah Buruh (Berikan Tunjangan Skill, Pendidikan, K3)

b. Maksimalkan Penerapan sistem K3 dalam kawasan. (Sistem Manajemen harus berdasarkan pada regulasi K3 di Indonesia bukan turunan dari peraturan perusahaan di China tanpa pelibatan para pekerja dalam penyusunannya)

c. Perjelas Aturan-aturan turunan PKB/PP di kawasan apakah dalam bentuk SK direksi atau SM (Sistem Manajeman) bukan dalam bentuk edaran via whatsapp atau Lisan

d. Tingkatkan Fasilitas kesehatan bagi Buruh (Fasilitas klinik yang tidak memadai, hasil MCU yang tidak menjelaskan detail kesehatan para pekerja, dll)

e. Stop Union Busting (Pemberlakuan Aturan Prosedur izin Kolektif/Dispensasi yang ketat)

f. Hentikan deskriminasi antara pekerja TKA dan TKI, tegakkan profesionalitas dalam kawasan.

g. Hapuskan sistem 3 Shift 3 Regu menjadi sistem kerja yang layak dan Sehat. Terapkan secara menyeluruh 8 jam kerja wajib setiap hari dalam kawasan.

h. Makanan bergizi bagi buruh berdasarkan jumlah kebutuhan gizi dan kalori yang diatur dalam Undang-Undang

i. Berikan Fasilitas bagi pekerja Perempuan (Hapus prosedur SKS dari dokter ketika pengajuan Cuti Haid dan Hamil, Ruang Laktasi, Memasifkan edukasi pelecehan seksual baik lewat madding, induksi maupunsaran lain dilingkungan perusahan.

Selain itu Kami bersolidaritas atas aksi seluruh daerah di Indonesia mengecam tindakan aparat yang represif dalam menidak massa aksi dan juga mendesak pihak DPRD Kabupaten Morowali dalam bentuk kampanye terbuka hari ini untuk menyatakan sikap :

a. Mendesak DPR RI untuk tidak Melawan dan mengubah Keputusan MK No 60/PUU-XXI/2024

b. Mendorong KPU Harus mengeluarkan PKPU sesuai Keputusan MK No60/PUU-XXII/2024

c. Mendorong Revisi UU Pemilu dan Partai Politik

d. Mendorong Pencabutan UU Cipta Kerja No 6 Tahun 2023

e. Mendorong Pencabutan UU No 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi

f. Mendorong Pengesahan RUU Pekerja Rumah Tangga (PRT)

g. Mendorong Pengesahan RUU Perampasan Aset

h. Berikan Pekerja Jaminan Agar memperoleh hak yang layak melalui Peraturan Daerah (Jaminan K3, Upah, Perumahan dan Kesejahteraan Lainnya)

Bahodopi, 29 Agustus 2024

Serikat Pekerja Industri Morowali-Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia

(SPIM-KPBI)

Jordi Goral

Koodinator Aksi

--

--

Serikat Pekerja Industri Morowali
Serikat Pekerja Industri Morowali

Written by Serikat Pekerja Industri Morowali

Serikat Pekerja Industri Morowali merupakan serikat pekerja yang berada di kawasan IMIP untuk memperjuangkan upah layak, K3 yang layak, dan lain-lain.

No responses yet