Hanya Miskomunikasi, Buruh Langsung Dapat SP 2
Setelah sebelumnya mendapatkan Surat Peringatan (SP) pertama pada tanggal 05 Juni 2024, kawan Jasma lagi-lagi mendapatkan Surat Peringatan (SP) kedua pada 28 Agustus 2024. Kejadian ini terjadi di PT. Dexin Steel Indonesia (DSI).
Semua pemberian SP tersebut menurut kami bermasalah dan tentu tidak adil. Berikut kronologi SP 2 yang terjadi:
Pada tanggal 16 Agustus 2024 terjadi perubahan standar suhu gas. Memang awalnya terlebih dahulu diberi tahu kalau ada perubahan standar suhu 24 –27. Saat itu Jasma sudah mencatat di buku pergantian shift, tetapi hal itu tidak jadi diterapkan. Jadi Jasma masih berpatokan di standar sebelumnya, yakni 24–26.
Kemudian malamnya standar suhu gas xianata 1 berada diposisi 26–10. Jasma lalu menghubungi petugas lapangan agar menurunkan standar suhunya. Akan tetapi belum sempat mereka ubah rekan kerja Jasma (seorang TKA) sudah menegur Jasma, mengapa katanya menyuruh petugas lapangan menurunkan suhun normalnya.
Padahal Jasma telah memberikan catatan standar yang ia pakai 24–26. Rekan kerja tersebut mempertanyakan ke Jasma apakah sudah mengetahui standar (baru) 24–27. Setelah mendapat info tersebut Jasma segera memberi tahu petugas lapangan kalau ada perubahan standar suhu tersebut.
Lalu rekan kerja Jasma menyuruhnya untuk menurunkan suhu minyak. Maka ia menginfokan ke petugas lapangan lagi kalau suhu minyak naik. Petugas lapangan mengatakan telah membuka pendinginnya dan diturunkan menjadi 5 cm saja.
Setelah beberapa menit kemudian rekan kerja Jasma tadi marah-marah, mempertanyakan kenapa pendingin suhu minyak naik. Jasma sendiri tidak mengetahui, apakah pertugas lapangan salah memutar atau salah mendengar info darinya perihal menurunkan suhu minyak. Padahal saat itu posisi suhu minyak waktu tidak naik signifikan, yang pada pokoknya tidak menimbulkan kerugian bagi perusaan.
Akhirnya diberi sanksilah Jasma hanya karena persoalan miskomunikasi tersebut.
Sebelumnya, Jasma mendapatkan SP 1 (05/06/2024) hanya karena lambat mengirim foto. Serikat telah 2 kali melakukan bipartit dan meminta supaya SP 1 tersebut dicabut, tapi pihak General Affair (GA) tetap tidak mau mencabutnya. Berikut kronologi SP 1 sebelumnya:
Saat itu Jasma lupa mengirim foto laporan 2 Jam ganjil yakni pada jam 9. Saat itu jasma hanya berdua dengan seorang karyawan baru yang bernama Ranti. Seorang karyawan bernama Gervase yang berposisi sebagai Penanggung Jawab bagi Jasma dan Ranti, saat itu lagi ditugaskan untuk turun lapangan.
Tetapi sebelum hari kejadian SP itu Ranti sudah dipercayakan oleh atasan (TKA) untuk mem-foto yang 1 jam atau 2 jam. Biasanya kalau Gervase tidak turun lapangan dia yang bagi tugas, Jasma yang foto 2 jam dan Ranti yang 1 jam.
Disaat hari kejadian pemberian Surat Peringatan (SP) itu Gervase turun lapangan, jadi tidak ada instruksi pembagian tugas. Jasma hanya sempat foto jam ganjil di jam 7, karena terlalu sibuk kontrol di layar dan menerika kontekan dari karyawan lapangan. Di saat itu Ranti sempat bilang kalau Jasma fokus saja di kontrol layar dan dia yang mem-foto serta menuliskan laporannya.
Setelah jam 11 dan mau mem-foto laporan 2 jam ganjil dijam 9 rekan kerja Jasma (seorang TKA) baru sadar dan melihat ternyata tidak ada foto 2 jam. Sontak saja ia berteriak marah-marah.
Tidak lama kemudian datanglah jubir menyampaikan pertanyaan foreman (TKA), apa sebabnya Jasma dan Ranti lupa mengirim foto 2 jam tersebut. Mereka kemudian bilang lupa waktu itu. Jubir lalu mengatakan lagi kalau foreman tidak ada yg mau bertanggung jawab, maka keduanya (Jasma dan Ranti) akan terkena SP.
Sore harinya Jasma dan Ranti dipanggil ke ruang admin. Saat itu Jasma disuruh bertanggungjawab sendri, alasannya karena mengingat Ranti masih berstatus karyawan baru. Jasma lalu ditanya oleh admin, menerima SP atau tidak. Kalau terima akan mendapat SP juga orang lain. Padahal saat itu Jasma tidak menjawab pertanyaan tersebut. Maka admin printlah surat SP oleh admin, lalu berkata “terserah serikatmu mau bipartit atau tidak”.
Begitulah bentuk SP yang dilakukan oleh manajemen PT. DSI kepada buruhnya. Menurut kami hal di atas kurang adil, karena buruh yang bersangkutan hanya melakukan kesalahan sepele dan tidak merugikan perusahaan.
Dari dua SP di atas yang paling kami persoalkan adalah SP 1. Karena SP tersebut yang mengeluarkan adalah admin. Hal ini merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang, sebab yang berhak mengeluarkan SP adalah pihak HRD dan Indisipliner.
SP 2 tidak akan ada kalau SP 1 yang merupakah PENYALAHGUNAAN WEWENANG dilakukan oleh pihak admin Departemen Coking. Namun, toh kenapa tetap saja diberikan SP tersebut?
Kesewenang-wenangan merajarela. Tidak ada keadilan disitu. Kami akan terus berjuang sampai keadilan tercapai bagi anggota kami.