Buruh Terancam PHK Gara-Gara SKS

Serikat Pekerja Industri Morowali
3 min readJun 21, 2024

--

(Desain: SPIM)

Salah seorang buruh tadi malam (20/06/2024) berusaha melakukan ACC Surat Keterangan Sakit (SKS). Namun pihak klinik tidak menerima, dengan alasan tanggal penerbitan SKS tidak sesuai dengan alasan tanggal karyawan sakit telah diundur 2 hari.

Tanggal buruh sakit tersebut terhitung sejak 31 Mei sampai 05 Juni 2024 dan langsung melakukan opname di RSUD Batara Guru Belopa yang ada di Kabupaten Luwu, kampung halamannya.

Poin persoalannya adalah buruh tersebut telah mengajukan SKS selama 6 hari. Akan tetapi pihak admin di departemennya mengatakan bahwa SKS harus segera di ACC dan memberikan waktu sampai tanggal 21 Juni 2024 jam 10.00 WITA. Bila tidak di -ACC oleh pihak klinik IMIP, maka buruhnya akan dianggap mangkir dan jelas sanksinya sesuai ketentuan Perjanjian Kerja Bersama (PKB), yakni PHK.

Padahal buruh yang bersangkutan sudah menyertakan semua persyaratan yang di butuhkan seperti untuk pengajuan SKS, seperti hasil diagnosa penyakit dari dokter, dan surat keterangan opname yang di keluarkan RSUD Batara Guru Belopa, Palopo. Namun pihak klinik tetap ajeg tidak mau menerimanya, hanya dengan alasan bahwa tidak ada surat rekomendasi dan balasan secara tertulis dari HRD tempat buruh bekerja.

Rancunya dalam pelayanan klinik IMIP ini SKS tersebut sudah diterbitkan oleh RSUD dan secara administratif sebenarnya sudah lengkap.

Pertanyaannya, jika buruh di-PHK siapa yang akan bertanggung jawab? Klinik IMIP kah atau departemen tempat buruh bekerja? Hanya rumput bergoyang yang tahu.

Para buruh telah menjadi korban akibat sistem manajemen yang sangat tidak teratur, baik oleh pihak klinik maupun SOP yang tidak jelas dari IMIP. Hanya karena persoalan sepele, buruh bisa segera kehilangan pekerjaannya.

Pelayanan kesehatan di IMIP pada umumnya bagi kami sangat buruk. Pasalnya klinik di IMIP sangat minim. Hanya ada 2 klinik disediakan, salah satunya digunakan buat teman-teman TKA dan hanya melakukan Medical Check Up (MCU) setiap tahun saja.

(foto: saat SPIM mendampingi seorang buruh di Klinik IMIP)

Satu klinik biasanya hanya melayani sekitar 150-an orang dari pagi sampai siang. Sedangkan dari siang sampe malam biasanya tidak sampai melayani 150-an orang.

Bayangkan, di tengah puluhan ribu pekerja di IMIP, bagaimana bisa perusahaan hanya menyediakan dua klinik dengan kapasitas ratusan orang saja sehari dalam pelayanannya. Berdasarkan data dari Human Resource and Training PT IMIP, hingga Januari 2024 jumlah karyawan di Kawasan Industri PT IMIP mencapai 80.259.[1]

Seharusnya, pihak IMIP bisa menyediakan klinik per perusahaan tenant yang ada di IMIP. Biar lebih mudah para buruh berobat dan bisa sehat bugar dalam bekerja.

Adapun ketika buruh mengajukan SKS di luar klinik IMIP, mereka harus menggelontorkan biaya Rp 75.000 di apotek-apotek yang ada di Kec. Bahodopi. Di klinik IMIP sendiri memang gratis, hanya saja para buruh yang sakit biasanya harus menunggu antrian panjang dan parahnya jika nomor antrian telah habis maka karyawan tidak akan dilayani.

Masak harus tunggu lama-lama kalau sakit toh? Malah tambah sakit orangnya.

Sedangkan ketika mengajukan SKS pun buruh tetap dapat ganjaran potongan 10 poin per harinya (ada yang hanya 5 poin, bergantung departemennya). Dan 10 poin itu dinominalkan sebanyak Rp 50.000, karena satu poin bayar Rp. 5.000. Efek potongan poin inilah salah satu yang menyebabkan tunjangan upah buruh di IMIP mengalami penurunan.

--

--

Serikat Pekerja Industri Morowali
Serikat Pekerja Industri Morowali

Written by Serikat Pekerja Industri Morowali

Serikat Pekerja Industri Morowali merupakan serikat pekerja yang berada di kawasan IMIP untuk memperjuangkan upah layak, K3 yang layak, dan lain-lain.

No responses yet