Buruh Sulit Menikmati Mobil Listrik

Serikat Pekerja Industri Morowali
3 min readJun 28, 2024

--

(Desain: SPIM)

Pemerintah Indonesia menargetkan adanya produksi mobil listrik sendiri di tahun ini. Targetnya di tahun 2030 sebanyak 600 unit mobil listrik yang akan diproduksi dalam negeri.

"Mentargetkan memproduksi 600.000 mobil listrik di tahun 2030 yang akan kita mulai tahun depan," kata Jokowi dalam Pidato di APEC CEO Summit, San Fransisco yang ditayangkan Youtube Sekretariat Presiden.[1]

Hal ini didukung dengan Peraturan Presiden (Perpres) No 79/2023 tentang Perubahan atas Perpres No 55/2029 tentang Percepatan Program, Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan, yang diundangkan dan berlaku mulai 8 Desember 2023.

Program tersebut sejalan dengan program hilirisasi nikel. Pemerintah kita berambisi menjadikan Indonesia sebagai raja industri hilir berbasis nikel, salah satunya adalah produksi baterai listrik.

Di kawasan PT.IMIP terdapat dua perusahaan yang bergerak dalam pengolahan bahan baku baterai listrik, yakni PT Huayue Nickel Cobalt (PT HYNC) dan PT. QMB New Energy Materials.

Kedua perusahaan tersebut mengolah nikel laterit dan memurnikannya, yang kemudian menjadi bahan pembuatan baterai lithium. Baterai lithium inilah yang digunakan oleh kendaraan listrik.

Ambisi pemerintah itu sah-sah saja tentunya. Namun, apakah proyek mobil listrik itu mempunyai faedah bagi para pekerja di bidang produksi bahan baku baterai listrik? Apakah kelak jika ambisi itu terpenuhi, lantas para buruh di PT HYNC dan PT QMB bisa menikmati kendaraan listrik?

Kalau melihat standar upah pokok di PT. HYNC dan PT. QMB yang hanya di kisaran Rp3.100.000 — rasanya sangat mustahil para buruh bisa menikmati mobil listrik — dalam arti membeli. Bahkan salah seorang buruh HYNC mengatakan upah pokok mereka ada yang hanya di angka Rp3.050.00, walau sudah melewati masa satu tahun kerja.

Upah 3 jutaan itu jika ditambah dengan tunjangan-tunjangan yang ada, plus kerja long shift 7 ke 7 selama 12 jam (5 jam lembur) kerja pun hasilnya hanya sampai belasan juta bagi buruh. Itupun jarang suatu devisi/dapertement menerapkan hal ini, karena mereka masih memikirkan pengeluaran.

Adapun mobil listrik termurah yang dijual di Indonesia seperti Seres E1 saja harganya mencapai Rp189 juta. Jika melihat daftar harga mobil listrik di Indonesia, rata-rata harganya ratusan juta hingga milyaran rupiah.[2]

Buruh-buruh PT. HYNC dan PT. QMB yang bertarung dengan resiko kerja rentan dan upah minim, hanya bisa melihat di layar HP mereka bagaimana megahnya mobil-mobil listrik itu. Kalaupun ada yang bisa membelinya, itu pasti dari hasil menabung bertahun-tahun di tengah kebutuhan hidup yang terus meningkat di Bahodopi.

Itu artinya, proyek mobil listrik itu hanya bisa dinikmati oleh para pemilik modal. Buruh yang menciptakan, buruh yang tidak mendapatkan hasilnya.

Disitulah letak persoalannya. BURUH TEALIENASI (TERASING) DARI PRODUK YANG DICIPTAKANNYA SENDIRI.

Dalam sistem kapitalisme saat ini, buruh seringkali menjadi terasing dari apa yang diproduksinya. Ada 4 hal yang terjadi pada posisi keterasingan buruh ini:

1. Buruh tidak mempunyai hak untuk memasarkan produk-produknya, dikarenakan alat produksi menjadi milik kapitalis. Sehingga ia tidak akan menarik keuntungan dari produk tersebut. Dalam prinsip ekonomi pasar, produk yang dipertukarkan akan diawasi oleh pasar. Bahkan buruh juga menjadi sebuah barang dagangan (komoditas) yang diperjualbelikan di pasar dan tidak bisa mengatur sendiri nasib komoditi (seperti baterai) yang ia produksi.

2. Buruh terasing dengan pekerjaannya sendiri. Dimana pekerjaannya tidak memberi kepuasan hati — yang mana buruh tidak diberi kesempatan oleh kapitalis untuk mengatur keadaan fisik atau batinnya sendiri — sebab ia dikuasai oleh kekuatan di luar dirinya, yakni pasar modal.

3. Kapitalisme membawa buruh menjadi terasing secara langsung dari hubungan-hubungan sosial. Dalam hal ini hubungan masyarakat cenderung disederhanakan menjadi kegiatan-kegiatan bisnis belaka.

Kapital atau modal membutakan pola hubungan sosial, karena ia menjadi standar (abstrak) utama; siapa yang tak menghasilkan modal (uang), ia tak akan dinilai dan dipertukarkan.

4. Manusia hidup berhubungan aktif dengan alam dan MENGUBAHNYA. Inilah yang membedakan antara manusia dengan hewan. Manusia bisa mengubah alam, dan hewan hanya bisa beradaptasi dengan alam.

Pekerjaan manusia yang terasing dari produk kerjanya sendiri, menurunkan level kegiatan produktif (mengubah alam) manusia ke level yang hanya sekadar beradaptasi pada alam itu sendiri. Itulah yang terjadi pada para buruh, dimana mereka memproduksi bahan baku baterai, tapi tidak bisa menikmati mobil listrik itu sendiri. Kondisi inilah yang diciptakan oleh kapitalisme.[3]

--

--

Serikat Pekerja Industri Morowali
Serikat Pekerja Industri Morowali

Written by Serikat Pekerja Industri Morowali

Serikat Pekerja Industri Morowali merupakan serikat pekerja yang berada di kawasan IMIP untuk memperjuangkan upah layak, K3 yang layak, dan lain-lain.

No responses yet